Hacemos Newsletters

Somos un grupo de periodistas y comunicadores inquietos que nos unimos con las mismas ganas de contar historias y aportar nuestras miradas. Creemos en el buen periodismo y en que hoy, más que nunca…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Nasakom Sebagai konsep politik dan praksis

Jika berbicara tentang politik langsung terpikir oleh kita tentang kekuasaan,kotor,penuh dengan segala intrik dan juga polemik saling sikut antara elit,bisa dikatakan segala sesuatu yang buruk terdapat dibayangan kita tentang politik. Sangat sedikit pembahasan politik secara ide kebanyakan pembahasan politik hanya sebatas fenomena atau politik praktis karena itulah politisi kita sering terombang-ambing oleh keadaan politik dan pada akhirnya hanya mengikuti arus utama dan tidak menciptakan suatu ide tentang politik pada masa kini.

Jika melihat sejarah tentang bagaimana Indonesia merdeka banyak tokoh para pendiri bangsa yang memiliki ide atau pemikiran tentang politik seperti apa yang cocok dengan bangsa Indonesia, mereka mengembangkan pemikiran politik berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia dengan metode yang berbeda-beda. Berbicara pemikiran politik tokoh pendiri bangsa tidak pas rasanya jika tidak membahas seorang Sukarno atau yang sering diketahui sebagai bung Karno Sukarno bukan hanya seorang politikus tetapi juga seorang revolusioner yang menghasilkan pemikiran-pemikiran politik yang memiliki sumbangsih terhadap bangsa Indonesia.

Sukarno sangat aktif dalam menghasilkan ide tentang politik seperti “NASIONALISME,ISLAMISME,MARXISME” dimana ditulisan tersebut ia memaparkan ide persatuan dan juga kritik terhadap elit politik pada saat itu, pemikiran ini berkembang sampai membawa Indonesia merdeka. Konsep ini dikenal dengan nama Nasakom saat praxis konsep Nasakom ini terus digaungkan Sukarno saat masa pemerintahan terutama pada masa Demokrasi Terpimpin di mana setiap aspek di kehidupan politik saat itu selalu ditanamkan nilai-nilai Nasakom. Pada akhirnya Nasakom pulalah yang menjatuhkan bung Besar dari tahtanya dan sampai akhir pun Sukarno tak pernah mau merubah prinsip Nasakom yang ia pegang walaupun jabatan yang menjadi harganya.

Memang terlihat sangat mudah bagi kita menilai Sukarno dari apa saja yang sudah ia lakukan.tetapi haruslah kita menaruh Sukarno sebagai manusia yang tidak diluar zamannya bahwa setiap pikiran maupun tindakan yang diambil pada saat itu haruslah kita cocokan dengan konteks dan zaman di mana Sukarno hidup agar kita dapat menilai Sukarno secara jujur.

NASIONALISME, AGAMA, KOMUNISME atau dikenal dengan nama Nasakom merupakan konsep yang sangat melekat dengan Sukarno konsep Nasakom selalu digaungkan oleh Sukarno terutama pada saat masa Demokrasi Terpimpin, Nasakom merupakan ciri khas dari Demokrasi Terpimpin itu sendiri. Nasakom merupakan suatu konsep yang telah lama dirancang oleh Sukarno. Akar konsep dari Nasakom dapat dilihat dari tulisan Sukarno yaitu “NASIONALISME,ISLAMISME,MARXISME” yang diterbitkan Suluh Indonesia Muda pada tahun 1926, jadi konsep penggabungan tiga elemen politik utama bukan merupakan sebuah konsep baru tetapi sudah menjadi sebuah “utopia” Sukarno pada saat masih muda.

Dalam tulisan tersebut Sukarno menjelaskan pentingnya persatuan antara tiga elemen utama pergerakan saat itu yaitu nasionalis, islamis, maupun marxis, Sukarno melihat bahwa hanya persatuan diantara ketiga elemen tersebut yang akan membawa Indonesia menuju kemerdekaan. Sukarno sendiri memang terkenal dengan prinsip persatuannya yang selalu ia kumandangankan di pidatopidatonya bahkan disemua tulisannya ia selalu berkata pentingnya persatuan. Persatuan yang dimaksudkan Sukarno sebenarnya bahwa setiap elemen tersebut ingin bekerja sama satu sama lain dan tidak merubah esensi dari ajaran yang dianut seperti yang ia katakan “bahwa bukannya kita mengharap, yang nasionalis itu supaya berubah faham jadi islamis atau marxis, bukannya maksud kita menyuruh marxis dan islamis itu berbalik menjadi nasionalis, akan tetapi impian kita yalah kerukunan, persatuan antara tiga golongan” (IR.SOEKARNO, 2016).

Dalam menjelaskan tentang konsepnya Sukarno memang sering mengambil rujukan dari beberapa pemikir progresif-revolusioner seperti Sukarno menjelaskan nasionalisme ia sering merujuk pendapat Otto Baeur mengenai kebangsaan lalu jika menjelaskan islamisme Sukarno sering merujuk pada pemikiran Mohammad Abdouh dan Seyid Jamaluddin El Afghani tentang modernisasi islam dan perjuangan islam melawan kolonialisme-imperialisme sedangkan dalam menjelaskan pemikiran marxis Sukarno merujuk pada pemikiran asli marxis yaitu Karl Marx tentang analisis kelas sosial dan pandangan marxis inilah yang membuat Sukarno bukan seorang nasionalis yang chauvinis tetapi nasionalis yang progresif revolusioner.

Jika dilihat memang konsep Nasakom ini ingin mempersatukan bangsa Indonesia tetapi jika ditinjau lebih jauh sebenarnya Sukarno sedang membelah bangsa Indonesia seperti yang Max Lane katakan “Sukarno bukan pemersatu bangsa, dia adalah seorang yang membelah bangsa dan negeri Indonesia.” (Lane, 2011) Pembelah yang disini bukan suatu celaan tetapi pujian karena dengan membelah gerakan inilah Sukarno sukses melawan kolonialisme yang bercokol di Indonesia, cukup aneh memang menyebut Sukarno sebagai pembelah gerakan dan bangsa tetapi sebenarnya yang secara tidak langsung dilakukan bung Besar.

Lalu jika membelah apa yang dibelah antara siapa dengan siapa, mana yang benar mana yang tidak, mana yang revolusioner mana yang retrogesif jawaban dari semua pertanyaan tersebut sebenarnya ada pada tulisan Sukarno sendiri yaitu “NASIONALISME,ISLAMISME,MARXISME”. Dalam tulisan tersebut Sukarno memberi pesan bahwa ketiga elemen tersebut memilih bersatu atau tidak, yang secara tidak langsung Sukarno membelah nasionalis islamis dan marxis yang kolot dengan nasionalis islamis dan marxis yang progresif-revolusioner. seperti kata kata yang Sukarno tulis kepada ketiga elemen politik tersebut, kepada nasionalis ‘Nasionalis jang segan berdekatan dan bekerja bersama-sama dengan kaum Marxis — Nasionalis sematjam itu menundjukkan ketiadaan jang sangat, atas pengetahuan tentang berputarnja rodapolitik dunia dan riwajat. Ia lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia atau Asia itu, djuga merupakan tempat asal pergerakan mereka. Ia lupa, bahwa arah pergerakannya sendiri atjap kali sesuai dengan arah pergerakan bangsanja jang Marxistis tadi.’ lalu kepada islamis ‘Hendaklah kaum Islam jang tak mau merapatkan diri dengan kaum Marxis, sama ingat, bahwa pergerakannya itu, sebagai pergerakan Marxis, adalah suatu gaung atau kumandangnya djerit dan tangis rakjat Indonesia jang makin lama makin sempat kehidupannja, makin lama makin pahit rumah tangganya.’ ‘Untuk Islamis sedjati, maka dengan lekas sahadja teranglah baginja, bahwa tak layak dia memusuhi faham Marxisme jang melawan peraturan meerwardenja [nilai lebih], sebab dia tak lupa, bahwa Islam sejati djuga memerangi peraturan itu: ia tak lupa Islam yang sejati melarang keras memakan riba dan memungut bunga.’ Dan kepada marxis ‘Demikian pula, tak pantaslah kaum Marxis itu bermusuhan dan berbenturan dengan pergerakan Islam yang sungguh-sungguh. Tak pantas mereka memerangi pergerakan jang, sebagaimana sudah kita uraikan di atas, dengan seterang-terangnja bersikap anti-kapitalisme; tak pantas mereka memerangi pergerakan jang, sebagaimana kita uraikan di atas jang dengan sikapnya anti-riba dan anti-bunga jalah seterang-terangja jalah anti-meerwaarde.’ (IR.SOEKARNO, 2016).

Seperti yang dapat dilihat bahwa terdapat dua pilihan yaitu bersatu atau tidak. Sukarno sebenarnya membelah sekaligus mempersatukan ia membuat persatuan yang memiliki basis perjuangan bukan suatu persatuan yang menyakitkan dan dalam konsep ini Sukarno secara tidak langsung menyelesaikan suatu kontradiksi di dalam tiga aliran tersebut di mana kontradiksi antara nasionalis, islamis, marxis yang tidak ingin bersatu dan nasionalis islamis marxis yang ingin bersatu.

Dengan pembelahan inilah yang membuat gerakan Indonesia menjadi memiliki tujuan dan basis yang jelas yaitu anti kolonialisme-imperialisme dengan jalan revolusioner yang konsekuen, dan dengan pembelahan ini pula Sukarno dapat melihat jelas siapa yang dapat dijadikan kawan atau lawan. Jadi dapat kita lihat bahwa konsep Nasakom memiliki relevansi pada saat zaman perjuangan kemerdekaan dimana saat itu butuhnya persatuan diantara elemen-elemen yang ada untuk menjadi basis perjuangan rakyat, bahkan saat masa demokrasi terpimpin Nasakom menjadi elemen penopang yang sangat penting tetapi, Nasakom pada akhirnya gagal saat pelaksaan pada zaman demokrasi terpimpin lalu apa yang membuat Nasakom gagal pada demokrasi terpimpin?

Pelaksaan Nasakom dapat diliat sebelum dan sesudah kemerdekaan dalam masa perjuangan kemerdekaan konsep Nasakom dapat dikatakan berhasil membawa Indonesia menuju kemerdekaan,penyatuan tiga elemen politik ini berhasil karena pada saat itu ketiga elemen tersebut disatukan oleh kontradiksi eksternal yaitu kolonialisme-imperialisme.

Adanya kontradiksi eksternal atau musuh bersama pada saat itu secara tidak langsung menghilangkan kontradiksi internal antara tiga elemen politik itu sendiri sehingga dapat terjadi persatuan walaupun ini seperti bom yang akan meledak setiap saat ketika ketiga elemen ini kehilangan lawan bersama yang menyatukan mereka. Dapat dikatakan bahwa persatuan ini sangat rapuh karena membutuhkan suatu lawan bersama dan karena faktor ini pula yang mengakibatkan Nasakom menemui kegagalan saat dilaksanakan pada demokrasi terpimpin.

Setelah keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959 Indonesia memasuki fase demokrasi terpimpin, pada masa ini Nasakom menjadi salah satu pondasi yang menopang ide tersebut. saat masa demokrasi terpimpin Nasakom dilaksanakan dengan utuh dan dapat kita menilai bahwa Nasakom berujung pada kegagalan yang meruntuhkan orde lama itu sendiri. Menilai kegagalan Nasakom merupakan sesuatu yang dapat dilihat dari berbagai aspek seperti ekonomi saat itu yang hancur dimana pada akhirnya rakyat melakukan tritura atau tiga tuntutan rakyat,tetapi dari segi politik Nasakom menemui kegagalan karena kontradiksi internal dari konsep itu sendiri.

Nasakom memang berhasil pada masa sebelum kemerdekaan di mana pada saat itu tiga elemen politik ini memiliki satu lawan yaitu kolonialisme-imperialisme di mana pada saat itu menjadi kontradiksi eksternal yang menetralisir kontradiksi internal dari konsep Nasakom, tetapi pada saat demokrsi terpimpin keadaan berubah bahwa kolonialisme telah berhasil dikalahkan Nasakom tidak lagi memiliki musuh bersama agar tiga elemen tersebut dapat bersatu. Keinginan Sukarno agar elemen elemen politik ini bersatu memang baik dan semua menyadari hal itu tetapi mungkin sedikit terlupa oleh bung Besar bahwa sedari awal tiga elemen ini memiliki perbedaan yang mendalam dan perbedaan ini yang menjadi dasar kegagalan pelaksanaan konsep ini.

Bahwa Nasakom benar selama kondisi dan waktu tertentu seperti yang dikatakan Jose Maria Sison bahwa kebenaran itu mulak dan relatif. Mutlak hanya dalam arti ide-ide tertentu pada dasarnya dan secara stabil benar diterapkan pada seperangkat kondisi tertentu. Tetapi karena kondisi terus berubah , kebenaran atau ide yang benar juga relatif (Sison, 2020). Dari pernyataan di atas dapat sebuah poin bahwa ada mutlak dan relatif bahwa Nasakom juga benar pada kondisi tertentu yaitu saat dimana ketiga elemen tersebut memiliki kontradiksi eksternal yang pada saat itu menjadi kontradiksi primer sedangkan pada saat demokrasi terpimpin kontradiksi primer pindah pada kontradiksi internal yang pada saat fase sebelum kemerdekaan dinetralisir oleh kontradiksi eksternal.

Kontradiksi ini pada akhirnya membawa pada tiga elemen yang berebut kekuasaan, yaitu presiden Sukarno itu sendiri ,para komunis dari partai komunis dan ada angkatan darat waktu itu yang secara tidak langsung menggantikan elemen agama yang sangat anti-komunis. Pada akhirnya jalan tengah yang dicenayangkan Sukarno berakibat fatal karena membawa pertikaian ke tahap lebih lanjut. Pada pelaksaan Nasakom itu sendiri PKI sangat di untungkan dan Sukarno juga memanfaatkan dukungan PKI kepada dirinya untuk menekan angkatan darat yang pada saat itu para perwiranya tidak terlalu dekat Sukarno, PKI juga diberi kekuasaan yang luas karena Sukarno memanfaat dukungan massa dari PKI untuk mendukung kebijakannya. Pertikaian ini berujung pada antara mendukung Nasakom atau tidak, polarisasi terus terjadi sehingga Nasakom yang dicitakan mempersatukan justru membelah bangsa Indonesia.

Kontradiksi ini mencapai puncak saat kejadian G30s terjadi di mana pemberontakan terjadi di mana PKI yang sampai saat ini tertuduh sebagai dalang dari pemberontakan tersebut. Pemberontakan ini sebenarnya mencerminkan bagaimana panasnya kondisi politik pada saat itu dimana pertikaian antara dua kubu politik yang menjadi elemen Nasakom itu sendiri. Nasakom memang memiliki tujuan yang baik bahwa persatuan dan kesatuan harus menjadi yang utama untuk membangun bangsa tetapi persatuan dan kesatuan yang diimpikan ini pada akhirnya menggerogoti persatuan itu sendiri dari dalam, bahwa persatuan diusung agar membentengi bangsa Indonesia dari kekuatan luar pada akhirnya membuat Sukarno lupa tentang permasalahan internal yang terjadi dan pada akhirnya mengakhiri perjuangan politik yang sudah ia bangun sejak muda.

Nasakom merupakan konsep politik hasil pemikiran dari Sukarrno penggabungan tiga elemen politik di Indonesia pada saat itu yaitu nasionalisme,islamisme,marxisme dalam konsep Nasakom membawa nilai persatuan tetapi juga membelah dimana Nasakom membagi dua kubu antara kolot/konservatif dan progresif revolusioner,dalam praktik Nasakom menemui kegagalan yang mengakibatkan lengsernya Sukarno sendiri kegagalan yang terjadi karena kontradiksi yang tidak dapat dihindarkan dari paham Nasakom itu sendiri dimana kontradiksi internal antara ketiga paham tersebut membuat pertikaian di arena politik yang pada akhirnya membuat polarisasi dan mengerucutnya kekuatan politik pada tiga kubu yaitu presiden Sukarno,PKI,dan angkatan darat yang antikomunis yang berakhir pada pemberontakan G30S yang menjatuhakn masa pemerintahan Sukarno

IR.SOEKARNO. (2016). NASIONALISME ISLAMISME MARXISME . BANDUNG: SEGA ARSY.

Lane, M. (2011). Sukarno: Pemersatu atau Pembelah? IndoProgress.

M., F. B. (2012). NASAKOM: SOEKARNO’S FAILED POLITICAL MOVE. , Indonesian Journal of Inter-Religious Studies.

Nugroho, S. A. (2020). Segitiga Kekuasaan Masa Demokrasi Terpimpin. ReasearchGate.

Sison, J. M. (2020). Basic Principles of Marxism-Leninism: A Primer. Foreign Languages Press.

Add a comment

Related posts:

Revolutionary Friendship of Malcolm X and Yuri Kochiyama

Malcolm X and Yuri Kochiyama are both American civil rights icons. But while you probably learned about Malcolm X’s lasting legacy in school, Kochiyama remains one of American history’s unsung…

15 DIY Tips for Recording Your Course Content on a Budget

Deciding to start filming yourself for your course is an incredibly exciting decision. You’re about to start exploring a new medium and reaching new people, and we’re so excited for you. We want you…

Facts about hiccups in children

Your child is smiling sweetly, after having a bath and a meal. Suddenly, his body jerks and he makes this loud sound that comes at intervals. Oh no! He has the hiccups again! Hiccups are spasms of…